Mengenal Prof. Dr. Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi

Daftar Isi

Mengenal Prof. Dr. Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi

Prof. Dr Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi lahir di Mesir tahun 1912. Ia merupakan Ulama internasional yang berasal dari Mesir. Ia menyelesaikan pendidikan menengah pada Perguruan Az Zagaziq.

Kemudian meneruskan ke Universitas Al Azhar, Mesir (Fakultas Adab, jurusan sastra Arab) di Kairo dan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Meskipun ia lulus dari jurusan sastra Arab, ia sangat mendalami tasawuf.

Sejak muda ia dikenal sebagai orang yang berjiwa revolusioner. Ketika masih di Universitas Al Azhar, ia pernah memimpin protes terhadap rektornya yaitu Syekh Muhammad Ahmad Az Zawahir karena alumninya yang mengajar di Universitas tersebut digaji sangat rendah. 

Akibat protes itu, Syekh Muhammad Ahmad Az Zawahir dicopot dari jabatnnya dan digantikan oleh Syekh Muhammad Mustafa Al Maraghi.

Pada awal 1970 ia bermukim di Arab Saudi selama beberapa tahun. Ia kembali ke Mesir pada masa pemerintahan Presiden Anwar Sadat. Selanjutnya pada tahun 1976, ia diangkat menjadi Menteri Agama Mesir. Jabatannya ini dipegangnya sampai tahun 1978. 

Sejak di Arab Saudi, Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi sudah dikenal lewat tulisan dan ceramahnya. Ia memiliki kemampuan istimewa dalam hal berbicara dan menulis.

Lewat ceramahnya, ia dapat menguraikan dan memecahkan persoalan-persoalan rumit dan penuh rahasia tentang keimanan, ibadah, hadis, hukum, akhlak dan muamalat. 

Karena itu ceramah yang disampaikannya senantiasa menarik hati pendengarnya yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat, tua, muda, kalangan tradisionalis maupun modernis.

Ia sering diundang ke berbagai perguruan tinggi di Eropa dan Amerika untuk berceramah tentang Islam dalam kaitannya dengan kehidupan modern. Ia mempunyai wawasan yang luas tentang kedokteran, astronomi, dan bidang eksakta lainnya. 

Karena ceramahnya yang menarik mengenai masalah perbankan Islam, ia kemudian diangkat sebagai ketua sebuah panitia konsultatif yang dibentuk oleh Gubernur Bank Sentral Mesir.

Tujuan utama panitia ini adalah menyelesaikan masalah yang terdapat di dalam Al Masraf Al Islami Ad Dauli (Badan Keuangan Negara), menengahi perselisihan di antara dewan direkturnya, dan mengawasi ciri-ciri Islam dalam tindakan badan keuangan tersebut. 

Pengalamannya sebagai konsultan masalah perbankan memberi inspirasi kepadanya untuk mendirikan sebuah Bank Islam di Austria pada tahun 1986.

Kemudian pada awal tahun 1987, ia mempelopori berdirinya Bank Islam Faisal di Mesir (Bank Faisal Al Islami Fi Misr). Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi termasuk Ulama penulis yang produktif. 

Kemampuannya mengungkapkan pikiran dalam bentuk tulisan ternyata mengimbangi kemampuan retorikanya yang mengagumkan. Karyanya dalam bentuk buku juga sangat banyak. Yang paling populer adalah tafsir Alquran Mutawalli Asy Sya’rawi. 

Di Indonesia buku-bukunya telah banyak diterbitkan dalam bentuk terjemahan, diantaranya adalah: 
  1. Anda Bertanya Islam Menjawab (5 jilid)
  2. Bukti-Bukti Adanya Allah
  3. Menghadapi Hari Kiamat
  4. Islam di Antara Kapitalisme dan Komunisme
  5. Wanita Harapan Tuhan
  6. Keraguan Musuh-Musuh Islam
  7. Wanita dalam Alquran, dan banyak lainnya.
Pemikiran Syekh Asy Sya’rawi diuraikan dengan jelas dalam bukunya “Al Mukhtar Min Tafsir Alquran Al ‘Azhim” (Pilihan dari Tafsir Alquran).

Ia menjelaskan tujuan ibadah adalah takwa. Seorang yang bertakwa akan selalu mengikuti sifat-sifat Tuhan sehingga akan terhindar dari godaan duniawi. 

Allah mewajibkan manusia untuk beribadah setelah manusia diberi sarana berupa bumi untuk ditempati, akal untuk berpikir dan sejumlah sarana lainnya.

Ketika pemerintah Mesir menarik pajak dari rakyat untuk kepentingan pembangunan nasional, sebagian ulama menetapkan boleh membayar pajak dari uang zakat. 

Akan tetapi ia dengan gamblang menyatakan antara pajak dan zakat tidak ada kaitannya sama sekali. Menurutnya pajak adalah kewajiban setiap warga negara sedangkan zakat adalah pajak kemanusiaan.

Sasaran utama dari pemberian zakat adalah para fakir, miskin dan anak yatim. Pajak tidak dapat diambil dari uang zakat dengan dalih untuk kepentingan pembangunan. 

Selanjutnya, pandangannya dalam bidang teologi sangat dipengaruhi oleh paham Asy’ariyah. 

Ia menyatakan dalam upaya mewujudkan suatu perbuatan diperlukan minimal tujuh unsur sebagai syarat yaitu kekuatan, akal yang merencanakan, pengerahan tenaga, substansi perbuatan itu sendiri, dimensi waktu, dimensi ruang dan alat-alat.

Ternyata tidak ada satupun dari unsur tersebut yang merupakan ciptaan manusia, karena itu dapat disimpukan bahwa manusia tidak bebas dalam berbuat, ia hanya dapat menimbang atau memilih di antara dua alternatif yaitu  berbuat atau tidak berbuat.

Sumber: Ensiklopedia Islam Jilid 2 terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.

Posting Komentar