Mengukur Kualitas Shalat





Di dalam ajaran Islam shalat menempati kedudukan yang sangat agung. Ia merupakan salah satu daru Rukun Islam yang lima. Shalat juga meruupakan tiang agama. Bahkan perintah Shalat ini langsung diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa melalui perantara Malaikat Jibril yang terjadi ketika peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Dalam sebuah hadits dari Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
رأس اللأمر الإسلام وعموده الصلاة وذروة سنامه الجهاد في سبيل الله (رواه الترمذي)
Artinya : “Pangkal semua perkara adalah Islam, tiangnya adalah Shalat dan puncaknya adalah Jihad dijalan Allah”. (HR. At-Tirmidzi di shahihkan oleh Al-Bani dalam silsilah Ash-Shahihah).
Disamping itu, kita juga dapat mengetahui urgensi dan kedudukan shalat yang sangat besar yaitu dengan shalat dapat memlihara kita dari ancaman siksa yang sangat pedih di Neraka Saqar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43)
Artinya : ‘Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Neraka Saqar? Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat’ (Al-Mudattsir :42-43)
Karena shalat adalah amalan yang pertama dihisab di hari kiamat. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salambersabda :
إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة من عمله صلاته ، فإن صلحت فقد أفلح وأنجح ، وإن فسدت فقد خاب وخسر
Artinya : “Amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat dari seorang hamba adalah shalatnya. Jika shalatnya baik maka telah sukses dan beruntunglah ia, sebaliknya jika rusak, sungguh telah gagal dan merugilah ia”. (HR. At-Tirmidzi).
Nah sekarang mari kita bersama-sama menakar  kualitas shalat kita masing-masing. Berada dalam golongan manakah shalat yang selama ini kita laksanakan.
Ibnu Qayyim dalam Al-Wabil As-Shayyib min Kalami Thayyib menyebutkan ada lima tingkatan orang melaksanakan shalat. Kelima tingkatan itu bagaikan anak tangga yang dimulai dari paling rendah sampai yang paling sempurna.
Tingkatan-tingkatan itu adalah sebagai berikut ini :
1.      Orang yang shalat di I’qab (di-adzab)
Tangga pertama ini adalah orang yang mendzalimi diri sendiri. Ia melakukan shalat dengan ala kadarnya sekedar untuk melepas kewajiban. Ia tidak menyempurnakan wudhunya, tidak memelihara waktu-waktunya, syarat-syaratnya dan rukun-rukunnya.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)
Artinya : ‘Maka kecelakaanlah bagi orang-orang  yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (Al-Ma’un : 4-5).
Orang-orang yang lalai adalah orang yang meremehkan shalat.

Sa’ad bin Abi Waqqash berkata : “Aku bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam tentang orang-orang yang lalai dari shalatnya. Beliau menjawab : Yaitu mengakhir-akhirkan waktunya.

Diriwayatkan oleh Qatadah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

إِنَّ أَسْوَأَ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاتِهِ " ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاتِهِ ؟ قَالَ : " لا يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلا سُجُودَهَا
Artinya : “Manusia yang paling buruk perbuatan mancurinya  adalah orang yang mencuri shalatnya. “Seseorang bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang itu mencuri shalatnya? Rasulullah menjawab : yaitu ia tidak , menyempurnakan rukuk dan sujudnya. (HR. Ahmad).

2.      Orang yang shalat di Hisab (di timbang)
Anak tangga kedua adalah orang yang menjaga waktu shalat, wudhu dan syarat-syaratnya serta rukun-rukunnya tetapi tak berdaya menghadapi bisikan (was-was) syetan dan pikiranya masih diluar shalat.
Orang yang berada pada tangga ini lebih baik dari yang petama karena ia sudah punya kesadaran tentang bagaimana tata cara shalat yang baik, berdasarkan tuntunan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, tetapi objek perhatiannya baru sebatas penampilan luar shalatnya belum bisa menghadirkan kekhusyukan dalam shalatnya.

3.      Orang yang shalat mendapat maghfirrah (ampunan)
Anak tangga ketiga adalah orang yang menjaga syarat-syaratnya, rukun-rukunnya tetapi ia sibuk melawan bisikan syetan dan pikiran dalam shalatnya. Ada dua pekerjaan dilakukan sekaligus satu waktu yaitu shalat dan berjuang melawan syetan.
Anak tangga ketiga ini tentu lebih baik disbanding tingkat kedua. Karena ia mulai memiliki kesadaran tentang hakikat shalat. Akan tetapi yang namanya syetan juga berusaha keras untuk melalaikan shalatnya.

Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman :
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ (6)
Artinya : Sesungguhnya syetan itu adalh musuh bagimu. Maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Fathir : 6)
Ibnu Katsir  menjelaskan berkenaan ayat ini “ “Syetan adalah musuh yang menantang kalian dengan mengumumkan permusuhan. Oleh karena itu janganlah kalian turuti bujuk rayunya”.

4.      Orang yang shalat mendapat jaza’ minallah (pahala dari Allah)
Anak tangga keempat adalah orang yang menyempurnakan syarat da rukunnya. Dia sadar bahwa kewajibannya adalah menyempurnakan semua itu. Ketika shalat hatinya hadir bersama jasadnya menghadapi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada saat itu merasa sedang diawasi atau dilihat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Orang ini mulai bias merasa lega dalam shalatnya. Usaha yang terus dilakukannya untuk mengusir syetan mulai berhasil. Syetan tidak lagi punya kemampuan menggodanya. Syetan mulai sadar dengan komitmennya orang yang shalat itu ia tidak mampu menggoda hamba Allah yang ikhlas.

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَاُغۡوِيَنَّهُمۡ اَجۡمَعِيۡنَۙ‏ (82) اِلَّا عِبَادَكَ مِنۡهُمُ الۡمُخۡلَصِيۡنَ (83)

Artinya : ‘Iblis menjawab : “Demi kekuasaan Engkau Aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka’. (QS. Shad : 82-83)

Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

5.      Orang yang dengan shalatnya sudah dapat menjadi Qurrata’ain (Penyakit pandangan mata)
Anak tangga kelima adalah orang yang menegakkan shalat dengan sempurna dan hatinya hadir menghadap Allah. Ia sadar sedang berhadapan dengan Allah. Dia seolah-olah melihat Allah. Shalat baginya bukan sebuah beban, tetapi sudah menjadi hiburan yang menghilangkan duka lara.
Inilah pucak Ihsan seorang manusia dalam shalatnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda dalam hadits Jibril :

. . . . . ما الإحسان ؟ قال أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاك (رواه البخاري)

Artinya : Jibril bertanya ; Apakah yang dimaksud Ihsan? Nabi menjawab : “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau dapat melihatnya, Jika engkau tidak melihatnya. Sesungguhnya Allah melihat engkau. (HR. Al-Bukhari).

Dan gambaran nyata dari tipe shalat ini adalah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam. Sebagaimana sabdanya :
وَجعلت قُرَّة عَيْني فِي الصَّلَاة
Artinya : “Allah menjadikan kesenangan ada dalam shalat” (HR. An-Nasai, Ahmad, dishahihkan oleh Al-Bani dalam silsilah ash-shahihah).

Dan juga hadits ketika Rasulullah memerintahkan Bilal untuk adzan untuk memanggil shalat, dengan shalat merupakan hiburan buat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam.

Dari penjelasan shalat di atas sekarang marilah kita melihat kita berada dalam posisi dimana? Kalau kita sudah berada posisi 4-5 berusahalah untuk istiqamah akan tetapi kalau kita masih pada posisi 3,2 bahkan 1 maka segeralah untuk memperbaiki shalat kita.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

Iklan In-Feed (homepage)

" target="_blank">Responsive Advertisement